Rabu, 22 Januari 2014

Pengaruh Salinitas Terhadap Tumbuhan

oleh : ihsan arham
Salinitas atau kadar garam adalah rata-rata banyaknya kadar garam (dalam gram) yang terdapat dalam setiap 1.000 gram (1 kg) air laut (Samadi, 2007). Hutabarat dan Stewart (2000) juga menerangkan bahwa konsentrasi garam terbesar terdapat di laut, dengan kisaran kadar garam rata-rata sebesar 3% dari berat seluruhnya. Konsentrasi garam-garam ini relatif sama dalam setiap contoh-contoh air laut, sekalipun mereka diambil dari tempat berbeda di seluruh dunia.
Salinitas dapat menghambat pertumbuhan tanaman pada daerah yang kering atau sedang, dimana air hujan tidak mencukupi untuk mencuci kandungan garam dari akar tanaman (Schmidhalter dan Oertli, dalam Arzie, 2011). Tanah yang salin dapat menyebabkan buruknya perkecambahan dan pembentukkan bibit (Afzal, Basra dan Iqbal, 2005).
Ashraf and Foolad (2005) menjelaskan bahwa salinitas juga dapat menunda pertumbuhan awal, menurunkan rata-rata dan meningkatkan ketidakseragaman pada perkecambahan, mengurangi tanaman yang tumbuh dan hasil panen. Kondisi lingkungan yang salin juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan benih berbagai komoditas.
Hasil penelitian yang dilakukan Afzal dkk. (2005), menunjukkan bahwa salinitas berpengaruh terhadap penurunan persentase perkecambahan, berat segar dan kering tunas dan akar, serta menghambat penyerapan berbagai nutrisi pada benih gandum (Triticum aestivim). Hal yang senada juga dikemukakan oleh Jamil dan Rha (2007) dari hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa kondisi lingkungan salin menyebabkan penurunan persentasi perkecambahan, rata-rata panjang akar, dan bobot segar kecambah pada benih bit (Beta vulgaris L. cv. Tianjin qing pielan).
Gardner et al., (1991) juga menjelaskan bahwa lingkungan salin dapat mengakibatkan tidak seimbangnya ketersediaan hara bagi tanaman, hal ini disebabkan karena kadar hara tertentu yang tersedia dalam jumlah yang tinggi dapat menekan unsur hara lainnya. Salinitas juga dapat mengakibatkan keracunan Na+, Cl- dan ion-ion lainnya.
Menurut Suwarno (1985) banyaknya Na+ di dalam tanah menyebabkan berkurangnya Ca+, Mg2+, dan K+ yang dapat ditukar, yang berarti menurunnya ketersediaan unsur-unsur tersebut bagi tanaman. Sari, Darmanti dan Hastuti (2006) menambahkan bahwa banyaknya ion Cl- yang diserap oleh akar tanaman menyebabkan rendahnya penyerapan kation lain seperti NO3-, sehingga asam amino yang terbentuk semakin sedikit. Defisiensi nitrogen menyebabkan daun berwarna kuning dan keriting seperti gejala yang muncul pada tanaman yang ditumbuhkan pada media tanah yang diberi perlakuan NaCl. Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+ dan berperan penting sebagai katalisator berbagai enzim. Berkurangnya kalium menyebabkan aktivitas enzim seperti nitrat reduktase yang mengubah NO3 menjadi NH3 sebagai penyusun protein akan menurun.
Menurut Kim (1998), salinitas tanah ditetapkan dengan mengukur daya hantar listrik (DHL) dalam mmhos/cm pada ekstrak jenuh tanah. Tanah salin dicirikan oleh DHL melebihi 4 mmhos/cm yang diukur pada suhu 25oC. Pemilihan nilai kritis untuk DHL pada 4 mmhos/cm dilaporkan didasarkan atas kemungkinan tingkat kerusakan tanaman akibat garam. Perkecambahan benih dan awal pertumbuhan tanaman merupakan tahapan yang paling peka terhadap cekaman salinitas pada hampir semua jenis tanaman pangan (Sivritepe dkk., 2003 dalam Ashraf and Foolad, 2005).

Ketahanan terhadap salinitas dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor fisiologis (Flowers, 2004). Suwarno (1985) menjelaskan bahwa pengaruh salinitas terhadap tanaman mencakup tiga aspek yaitu: mempengaruhi tekanan osmosa, keseimbangan hara, dan pengaruh racun. Disamping itu, NaCl dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah dan selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Berkurangnya laju dan kualitas pertumbuhan tanaman pada kondisi salin dapat disebabkan karena menurunnya potensial air dari substrat tempat tumbuh, meningkatnya penyerapan Na+ dan Cl­-, atau keduanya (Yuniati, 2004). Tanaman yang dihadapkan pada potensial osmotik yang rendah dari larutan tanah bergaram akan terkena resiko physiological drought karena tanaman-tanaman tersebut harus mempertahankan potensial internal osmotik yang lebih rendah dalam rangka untuk mencegah pergerakan air akibat osmosis dari akar ke tanah. Tanaman mungkin akan menyerap ion untuk mempertahankan potensial osmotik internal yang rendah, namun hal ini akan menyebabkan kelebihan ion yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan pada beberapa tanaman (Greenway dan Munns, 1980). Sipayung (2006) menambahkan bahwa salinitas tanah akan menghambat pembentukan akar-akar baru, penurunan permeabilitas akar terhadap air sehingga akar tanaman mengalami kesukaran dalam menyerap air karena tingginya tekanan osmosis larutan dalam media tumbuh.
Salinitas mempengaruhiproses fisiologis yang berbeda-beda. Pada tanaman pertanian seperti jagung, kacang polong, dan tomat pertumbuhan dan berat kering mengalami penurunan jika tanaman ditumbuhkan dalam media salin. Pada kacang merah, pelebaran daun terhambat oleh cekaman salinitas karena berkurangnya tekanan turgor sel. Berkurangnya pelebaran daun dapat berakibat berkurangnya fotosintesis maupun produktivitas (Yuniati, 2004).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2006) ditemukan bahwa  pengaruh cekaman salinitas terhadap tanaman padi adalah berkurangnya tinggi tanaman dan jumlah anakan, pertumbuhan akar terhambat, berkurangnya bobot 1.000 gabah dan kandungan protein total dalam biji karena penyerapan Na yang berlebihan, dan berkurangnya bobot kering tanaman. Zhou, X. Wang, Jiao, Liau, Chen, Ma, J. Wang, Xiong, Zhang, and Deng (2007) menambahkan bahwa gejala keracunan garam pada tanaman padi berupa terhambatnya pertumbuhan, ujung-ujung daun berwarna keputihan dan sering terlihat bagian-bagian yang klorosis pada daun. Menurut Doorenbos, Kassam and Bentvelsen (1979) kemampuan tanaman menyerap air pada lingkungan bergaram akan berkurang, sehingga gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala kekeringan. Gejala yang tampak seperti daun cepat menjadi layu, terbakar, pertumbuhan daun yang kecil, dan pada akhirnya tanaman akan mati seperti kekeringan.
Poljakoff (1975) dalam Arzie (2011) menyatakan bahwa salinitas tanah dapat menekan laju fotosintesis per satuan luas daun. Fotosintesis berkurang sebanding dengan peningkatan salinitas tanah. Mekanisme utama penekanan laju fotosintesis terjadi karena menutupnya stomata sebagai akibat dari kemampuan tanaman dalam menyerap air berkurang. Sari dkk. (2006) menambahkan bahwa menutupnya stomata pada daun akan memotong suplai CO2 ke sel-sel mesofil, sehingga fotosintesis terhambat dan fotosintat yang terbentuk sedikit. Pada awal perkembangan daun, fotosintat ditahan untuk mengembangkan daun secara cepat, setelah daun berkembang penuh dengan kandungan pati yang tinggi maka fotosintat akan ditranslokasi ke daun-daun yang lebih muda, sehingga ketersediaan sejumlah asimilat sangat mempengaruhi pembentukan daun.
Tanaman sampai batas-batas tertentu masih dapat mengatasi tekanan osmotik yang tinggi akibat tingginya kandungan garam dalam tanah. Toleransi tanaman terhadap salinitas dapat dinyatakan dalam berbagai cara diantaranya kemampuan tanaman untuk hidup pada tanah salin, produksi yang dihasilkan pada tanah salin, persentase penurunan hasil setiap unit peningkatan salinitas tanah (Mass dan Hofmann, 1998).

Marschner (1998) menyatakan ion seperti Natrium dan Klorida, yang lazim terdapat pada tanah bergaram dapat merusak organel sel, mengganggu fotosintesis dan respirasi, serta menghambat sintesis protein dan mendorong kekurangan ion. Levitt (1980) menyatakan bahwa keracunan Na+ maupun Cl- dapat ditandai dengan mengeringnya tepi bagian ujung daun. Gejala tersebut sangat sulit dibedakan dengan gejala kekeringan.
Tanaman dapat menghindari terjadinya ketidakseimbangan hara atau keracunan dengan empat cara yaitu: eksklusi, ekskresi, sekresi dan dilusi. Eksklusi terjadi secara pasif dengan adanya dinding sel yang tidak permeable terhadap ion-ion dari garam tersebut. Ekskresi dan sekresi merupakan pemompaan ion secara aktif masing-masing ke luar tanaman dan ke dalam vakuola. Dilusi dapat terjadi dengan adanya pertumbuhan yang cepat. Hal ini disimpulkan dari hasil analisis bahwa bagian yang tumbuh cepat mengandung Na+ dan Cl- lebih rendah dari bagian yang tumbuh lambat (Levitt, 1980).
Menururt Levitt (1980) tanaman dapat toleran terhadap NaCl karena mempunyai kemampuan menahan pengaruh racun dari NaCl dan ketidakseimbangan hara. Toleransi terhadap defisiensi K dapat dimiliki tanaman yang mampu memanfaatkan Na untuk menggantikan sebagian K yang dibutuhkan. Johnson (1991) menambahkan bahwa toleransi pada garam nampaknya berhubungan dengan ketidakmampuan tanaman yang rentan untuk mengurangi pengangkutan ion Na+ dan Cl- ke pucuk. Mekanisme morfologi adalah kemampuan tanaman menyesuaikan diri dengan mengubah bentuk tubuh nya, pada tanaman mekanisme morfologi terhadap ketahanan salinitas dapat dilihat dari ukuran daun lebih kecil, jumlah stomata lebih sedikit, berkurangnya diferensiasi dan perkembangan jaringan pembuluh. Mekanisme fisiologis adalah kemampuan tanaman menyesuaikan diri terhadap tekanan osmotik yang mencakup penyerapan maupun akumulasi ion-ion dan sintesis senyawa organik, mengatur konsentrasi garam dalam sitoplasma melalui transport membran, dan ketahanan relatif membran dalam mengatur transfer ion dan solut lainnya dari sitoplasma dan vakuola serta organel lainnya (Mass dan Hofmann, 1998). 

Referensi menanam
  • Samadi. B. 2007. Kentang dan Analisis Usahataninya. Kanisius. Yogyakarta Hutabarat S. dan Stewart M.E., 2000, Pengantar Oseanografi, Universitas Indonesia Press, Jakarta. 
  • Arzie, D. 2011. Pengujian toleransi genotipe padi (Oryza sativa l.) Terhadap salinitas pada stadia perkecambahan. Departement Agronomi dan Hortikultura, IPB, Bogor.
  • Ashraf, M. and M.R. Foolad. 2005. Pre-sowing seed treatment – a shotgun approach to improve germination, growth and crop yield under saline and non-saline conditions. Adv. Agron. 88:223-271. 
  • Afzal, I., S.M.A. Basra, dan A. Iqbal. 2005. The effects of seed soaking with plant growth regulators on seedling vigor of wheat under salinity stress. J. Stress. Physiol. Biochem. 1 
  • Jamil, M., and E.S. Rha. 2007. Gibberellic Acid (GA3) enhance seed water uptake, germination and early seedling growth in sugar beet under salt stress. Pak. J. Biol. Sci. 10(4):654-658. 
  • Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 
  • Suwarno. 1985. Pewarisan dan Fisiologi Sifat Toleran terhadap Salinitas pada Tanaman Padi. Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 
  • Sari, H.C., S. Darmanti, dan E.D. Hastuti. 2006. Pertumbuhan tanaman jahe emprit (Zingiber officinale Var. Rubrum) pada media tanam pasir dengan salinitas yang berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi 14(2)
  • Sastroutomo, 1991, Ekologi Gulma, Gramedia, Jakarta. Kim, H. T. 1998. Dasar-dasar Kimia Tanah (diterjemahkan dari: Principles of Soil Chemistry, penerjemah: H. G. Didiek, dan R. Bostang). Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 
  • Rahmawati. 2006. Status perkembangan dan perbaikan genetik padi menggunakan teknik transformasi Agrobacterium. Agrobiogen 2 
  • Yuniati, R. 2004. Penapisan galur kedelai Glycine max (l.) Merrill toleran terhadap NaCl untuk penanaman di lahan salin. Makara Sains 1 Levitt, J. 1980. Responses of Plant to Environmental Stresses. 2nd Edition. Academic Press. New York.
Semoga Informasi mengenai Pengaruh Salinitas Terhadap Tumbuhan ini sangat bermanfaat bagi anda. Silahkan Berkunjung Kembali. Informasi Lainnya, Klik di Sini
SELANJUTNYA--->
Disqus Comments